Ketika pintu dibuka, Paviliun 28 terasa seperti ruang keluarga dengan kursi-kursi bergaya retro dan televisi tua. Di balik poster itu ada bioskop yang berkapasitas 50 penonton. Seiring waktu, bukan hanya film pendek saja yang diputar di tempat ini. Film panjang karya sineas dalam negeri turut diputar di ruang bioskop, terutama film dengan tema yang dianggap kontroversial oleh masyarakat luas sehingga dibatasi pemutarannya di tempat umum. Ia juga mengagendakan bioskop bisik, “Ini pemutaran film untuk tunanetra. Mereka akan dipandu oleh seorang yang duduk di sebelahnya untuk mendeksripsikan detail film.”
Poster yang ada di dinding, Paviliun 28 kerap berganti menjadi karya seni dari seniman muda yang berpameran. Ruang yang ada juga kerap digunakan untuk diskusi buku atau jurnal. Katanya, “Saya tidak menarik biaya bagi mereka yang tampil di sini. Hanya saja, mereka harus memiliki konsep yang jelas. Harus ada hal penting dan berdampak baik yang terkandung dalam karya yang disampaikan.” (JAR) Foto: Dok. Paviliun 28.
Poster yang ada di dinding, Paviliun 28 kerap berganti menjadi karya seni dari seniman muda yang berpameran. Ruang yang ada juga kerap digunakan untuk diskusi buku atau jurnal. Katanya, “Saya tidak menarik biaya bagi mereka yang tampil di sini. Hanya saja, mereka harus memiliki konsep yang jelas. Harus ada hal penting dan berdampak baik yang terkandung dalam karya yang disampaikan.” (JAR) Foto: Dok. Paviliun 28.
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta