Salah satu tugas hakim konstitusi adalah melakukan pengujian undang-undang. Ini dikenal dengan istilah ‘judicial review’. Hakim Maria Farida mengakui salah satu tugasnya ini cukup pelik. Luasnya persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dimasukkan ke dalam konstitusi menimbulkan istilah pasal karet, yaitu pasal yang bisa ditarik ulur sesuai keinginan pihak yang berkepentingan dan ingin memainkan ketentuan pasal. Pasal itu kemudian bisa menjadi berlawanan dengan semangat demokrasi. Di sinilah para hakim konstitusi memiliki hak untuk melakukan dissenting opinion atau perbedaan pendapat. Meski tidak berpengaruh terhadap putusan, dissenting opinion dapat digunakan untuk memancing adanya perubahan dalam undang-undang. Dalam rapat permusyawaratan hakim, Maria Farida kerap mengajukan argumen-argumen yang berbeda dengan hakim lain. Ia sering kali menjadi satu-satunya hakim yang melakukan dissenting opinion terhadap undang-undang yang bertalian erat terhadap HAM.
“Yang paling berpotensi menghancurkan persatuan Indonesia adalah urusan agama. Anda bisa bilang agama saya salah, tapi bagi saya ini benar. Dissenting opinion saya adalah negara tidak boleh ikut campur dalam urusan meyakini kepercayaan tertentu. Hanya jika ibadah saya mengganggu orang lain, maka negara bisa turun tangan. Tapi selama saya beribadah tanpa mengusik kenyamanan orang lain, mengapa negara harus ikut campur?” ujar Maria. Begitu pun mengenai Undang – Undang Perkawinan. Maria Farida bilang, kita tidak bisa menafikan adanya pernikahan beda agama karena masyarakat Indonesia hidup dalam keberagaman. “Menikah itu dasarnya cinta. Negara tidak semestinya melarang perkawinan beda agama. Yang mesti negara lakukan adalah menjamin perlindungan hak berupa pencatatan terhadap peristiwa hukumnya yaitu pencatatan perkawinan. Bukan memaksa orang lain untuk meyakini agama tertentu. Itu adalah pelanggaran hak asasi manusia,” ujarnya.
Maria Farida turut melakukan dissenting opinion terhadap Pasal Perzinahan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hingga tulisan ini dibuat, persidangannya masih berlangsung. Sehingga ia belum bisa berkomentar banyak. Yang sedang diujikan Maria Farida dan tim hakim MK adalah Pasal Perzinahan, yang kemudian dikaitkan dengan persoalan LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender). “Ini merupakan undang-undang warisan zaman Belanda. Apakah perzinahan itu boleh? Sejauh mana sesuatu disebut perzinahan? Harus diperjelas lagi maksud dari pasal-pasalnya,” kata Maria. KUHP yang kini tengah dibahas DPR bersama Presiden itu dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji. “Perubahan KUHP dilakukan untuk menyesuaikan UU dengan kondisi zaman. Jika tidak mereka ubah, Indonesia akan terus seperti sekarang. Seperti kasus UU Penodaan Agama, karena belum diubah sehingga menjadi persoalan dan mudah memicu keributan,” ujar Maria.
Hakim Maria Farida juga mengajukan beda pendapat terhadap UU Pornografi. “Dari ujung Sumatera sampai Papua, jika Anda bertanya apa itu yang disebut porno, mereka punya jawaban yang berbeda-beda. Bahkan hakim pun memiliki interpretasi masing-masing terhadap isu ini. Dalam dissenting opinion, saya katakan bahwa hukum pidana seharusnya tidak masuk ke dalam ruang privat seseorang.” ungkap Maria Farida. (RR) Foto: Dok. Zaki Muhammad
Klik link dibawah untuk mengunjungi artikel-artikel serupa.
Mengenal Sosok Hakim Maria Farida
Peran Maria Farida Indrati Sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi
Upaya Hakim Konstitusi Maria Farida Menjaga Integritas
Sosok yang Menginspirasi Hakim Konstitusi Maria Farida
Upaya Hakim Maria Farida dalam Menjaga Kebhinekaan Indonesia
Pesan Maria Farida Indrati untuk Indonesia dalam Menjaga Kebhinekaan