1. Jacquemus
Simon Porte Jacquemus memang sudah mendirikan label Jacquemus miliknya sejak usianya baru 19 tahun. Enam tahun kemudian, tepatnya pada musim kesepuluhnya, predikat “The hottest young designer in Paris” disematkan kepadanya. Ini tak terlepas dari kepiawaiannya mencipta busana struktural dengan pendekatan pop dan humor yang menggelitik serta penuh kejutan. Foto: Dok. TPG News.
2. Marques’Almeida
Apabila nama Marques'Almeida masih terdengar asing, label ini memang terhitung cukup baru. Diciptakan pada 2011 dengan hanya mengusung material denim yang tepinya dibiarkan tak terjahit, siapa sangka justru ciri khas tersebutlah yang membawa duo Marta Marques dan Paulo Almeida menapaki tangga kesuksesan. Lantas untuk koleksi musim semi/panas mendatang, alumnus Central Saint Martin ini kini mencoba mengeksplorasi material kulit dan sifon, tanpa tentunya meninggalkan denim yang telah menjadi DNA-nya. Foto: Dok. TPG News.
3. Danang Dwi Pamungkas
Mesin tenun melayangkan imaji Danang Dwi Pamungkas, desainer interior, pada sebuah produk. Ia menaruh hati pada konstruksi mesin tenun, dan dari sana, Danang menciptakan kursi yang bentuknya serupa mesin tersebut. Koulture Chair, demikian sebutannya. Nama yang diambil dari kata couture, merujuk pada teknik membuat pakaian yang muncul pada abad ke 18. Pembuatan kursi itu pun selayaknya membuat busana couture. Danang menggabungkan tiga material yakni kayu, kursi, dan tali; serta pergi ke beberapa perajin untuk memastikan produknya terealisasikan dengan maksimal. Melalui produk tersebut, Danang, yang masih tergolong wajah baru dalam dunia desain, memenangkan sebuah kompetisi dan mendapat kesempatan belajar di Istituto Marangoni, Milan. Kreasi mumpuni dari imaji-imajinya layak untuk dinanti.
4. Egueni Quitllet
Ia lahir di Ibiza dan tumbuh dewasa di Barcelona, tempat yang membuat dirinya terkespos dengan mahakarya Antoni Gaudi. Setelah menuntaskan pendidikan desain, Egueni menyebut dirinya sebagai seorang desainer dan pemimpi. Ia menciptakan produk dari elemen-elemen alam yang mengelilinginya. Elemen alam tersebut ia gunakan menjadi material dan konsep dasar dalam berkarya. Seperti ketika menciptakan cloud-io untuk Kartell. Kursi yang berbentuk seperti tetesan hujan ini baginya merupakan simbol dari udara. Demikian pula dengan Tabu, kursi yang hanya memperlihatkan rangka kayu, tampak setengah jadi, tetapi memiliki kesan elegan. Egueni juga memiliki karya multidisipliner. Ia turut mendesain peralatan makan, perlengkapan elektronik, karya lukis, dan patung. Untuk prestasinya tersebut, ia terpilih menjadi Designer of The Year Maison et Objet 2016.
5. Livi Zheng
Di penghujung tahun 2015, namanya banyak diperbincangkan. Awalnya banyak yang tak mengira gadis ini adalah orang Indonesia, terlebih ia memang lama menetap di luar negeri. Namanya melejit karena ia menjadi produser, sutradara, sekaligus pemain untuk film “Brush With Danger” dan dicalonkan untuk masuk nominasi di Oscar. Bersama dengan adiknya, Ken Zheng, Livi tengah mempersiapkan film thriller action berikutnya namun masih belum berjudul.
6. Nadiem Makarim
Tahun 2015 menjadi tahun perubahan bagi transportasi Indonesia. Ojek yang dahulu liar, kini terorganisir melalui aplikasi ponsel bernama Go-Jek. Tak hanya itu, menjelang akhir tahun Nadiem Makarim, sang penemu terus menambahkan layanan seperti jasa pengantaran barang, jasa berbelanja, dan jasa membeli makanan yang semuanya dilakukan pengemudi ojek. Inovasinya pun berlanjut. Di tahun 2016, ia menghadirkan Go-Live yang merupakan divisi lifestyle. Ada servis Go-Clean untuk jasa bersih-bersih rumah, Go-Glam untuk jasa tata rias, dan Go-Massage untuk pijat. Pria lulusan Harvard ini menjadi bahan perbincangan seluruh Indonesia, bahkan telah dibawa oleh Presiden Joko Widodo untuk mempresentasikan teknologi aplikasi transportasi ini di Amerika. Ya, teknologi untuk kemudahan manusia diwujudkan oleh Nadiem.
7. Juliet Burnett
Pada 2015, ballerina berdarah Indonesia – Australia ini menyelenggarakan sebuah pertunjukan Indonesia Ballet Gala. Selain pulang ke kampung halaman, salah satu keponakan dari W. S. Rendra ini juga akan mengajar gadis-gadis kecil kurang mampu di pinggiran Kali CIliwung untuk menari balet sebagai sarana pengenalan balet, juga meningkatkan kesadaran sosial para siswa muda terhadap balet. Rencananya memang Juliet membawa 10 siswa balet terbaik untuk ikut bergabung menari bersama mereka. Juliet juga rajin menulis blog sebagai bentuk perjalanan hidupnya melihat tari, seni, hidup, dan bagaimana kolaborasi ketiganya pada setiap jejak langkah Juliet.
Author
DEWI INDONESIA
FOOD & TRAVEL
CASA CUOMO, Simfoni Kuliner Italia di Jakarta