"Rumpang. Rimpang. Rampung." Memperbincangkan Indonesia Kini Lewat Karya Seni Rupa
Pameran teranyar CultureLab besutan Dr Sadiah Boonstra menampilkan karya seni kontemporer sarat makna dari perupa terbaik Indonesia.
21 Aug 2024



Di tengah belantara diorama Taman Mini Indonesia Indah, sebuah pintu kaca tersembunyi mengantarkan kita ke bentala seni kontemporer yang ajaib nan rupawan. Aksara Arab dari bantalan warna-warni, bersanding dengan lukisan berbagai corak dan instalasi berserak tanah bumi. Terselip dalam keindahan bentuk dan rupa adalah sebuah pesan penting tentang masa depan kita, Indonesia, di tangan generasi bangsa selanjutnya.

Pameran tersebut adalah Rumpang. Rimpang. Rampung: Towards Shifting Perspectives, persembahan teranyar dari CultureLab, sebuah perusahaan sosial yang bergerak dalam bidang konsultansi seni dan museologi. CultureLab dibesut oleh Dr Sadiah Boonstra, kurator dan sejarawan kenamaan Indonesia. Menggandeng aktris dan seniman pertunjukan Asmara Abigail sebagai produser pendamping, Rumpang. Rimpang. Rampung digelar di Contemporary Art Gallery (CAG), Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dari 17 Agustus sampai 30 September 2024.

 


Dr Sadiah Boonstra sendiri memiliki rekam jejak panjang dalam studi sejarah dan seni di Indonesia. Ia memegang gelar Honorary Senior Fellow dari Melbourne University sekaligus Post-Doctoral Researcher dari VU University Amsterdam. Selama dua dekade kiprahnya, ia telah malang melintang di berbagai institusi seni bergengsi di seluruh dunia, mulai dari National Gallery Singapore (Singapura), The British Museum (Inggris), hingga Tropenmuseum (Belanda). Bidang yang ia tekuni demikian luas, mulai dari kebudayaan hingga seni rupa dan pertunjukan, melintas periode kolonial dan kontemporer.

Perjalanan lintas tanah, lintas masa Dr Sadiah Boonstra mengantarkannya kepada sebuah perenungan: bagaimanakah lanskap sosial-politik Indonesia kini, setelah hampir dua dekade berlalu pasca-Reformasi? "Kemerdekaan Indonesia, dan Reformasi sesudahnya, menawarkan janji yang begitu besar. Tetapi, sudah sampai sejauh manakah kita? Apakah kita membuat progres apapun, atau ternyata tidak?" tutur Dr Sadiah kepada DEWI, menjelaskan kontemplasi di balik pameran ini.

Demikianlah, Rumpang. Rimpang. Rampung. kemudian lahir. Pameran ini berusaha menelaah kembali makna menjadi pemuda Indonesia kini, hampir delapan dekade lepas merdeka, hampir dua dekade lepas Reformasi. Seni rupa didapuk menjadi jembatan untuk memantik percakapan dengan bergenerasi pemuda Indonesia yang tengah tumbuh dan kembang.

 


Rumpang. Rimpang. Rampung. terbagi ke beberapa sayap tematik, dengan topik-topik mencakup isu kontemporer seperti kesehatan mental, realitas lingkungan, inklusi disabilitas, dan keberagamaan gender. CultureLab menggandeng seniman individual dan kolektif Indonesia yang telah dengan gemati membahas isu-isu terkait dalam repertoar karya mereka. Sejumlah nama bergengsi seperti Eko Nugroho, Arahmaiani, Alfiah Rahdini, Ika Vantiani, Jogja Disability Arts, Jatiwangi Art Factory, dan Tab Space, memperbincangkan diskursus yang diangkat lewat karya seni lintas disiplin seperti instalasi, media campuran, dan lukis.

Dalam pameran ini, CultureLab menggandeng Contemporary Art Gallery (CAG) yang berada di jantung Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Terselip di antara sasana diorama TMII, CAG tumbuh menjadi oasis yang menghadirkan sebuah pengalaman seni teranyar. CAG TMII berkeinginan mendekatkan karya seni kontemporer dengan khalayak luas. Berbagai program seperti pameran, program publik, dan diskusi didapuk untuk mendukung dan menjembatani seniman dengan kolektor, penggemar seni, dan juga masyarakat.

Direktur Komersial TMII, Ratri Paramita, menyatakan bahwa TMII terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak, termasuk salah satunya pameran bersama CultureLab kali ini. “Contemporary Art Gallery TMII ini kami hadirkan sebagai wadah bagi para pemuda yang ingin berkarya, namun mungkin masih memiliki keterbatasan ruang untuk berekspresi."

 


Rumpang. Rimpang. Rampung. menjadi sebuah pameran yang signifikan dengan menawarkan ruang bagi diskursus penting dalam babak kehidupan berbangsa selanjutnya. Melalui kacamata seni, CultureLab berharap dapat menginspirasi kesadaran dan menumbuhkan pemahaman, mendorong empati dan dialog ke perubahan berarti.

"Saya ingin memberikan tempat dalam demokrasi kita, baik bagi suara-suara di pinggiran, maupun bagi mereka yang berusaha meneruskan suara-suara terpinggirkan ini,” pungkas Dr Sadiah Boonstra.



Teks: AKIB ARYOU
Dok. Foto: CULTURELAB

 


Topic

Pameran seni

Author

DEWI INDONESIA