“Tujuan kami adalah menciptakan keju spesial dengan sentuhan unik pada cita rasa lokal, dikembangkan sesuai dengan cita rasa lokal dan internasional,” tutur AA Ayu Sri Utami Linggih, Founder dan Cheesemaker dari Rosalie Cheese asal Bali. Makanan fermentasi telah menjadi passion Ayu Linggih sejak lama, terlebih lagi ia dan keluarganya memang menggemari keju.
“Saya terinspirasi untuk membuat keju saat tinggal di Rosalie, pinggiran kota Brisbane, Australia, tempat berkembangnya makanan adiboga lokal. Ide itu muncul di benak saya ketika saya sedang menikmati Sunday brunch di Salt Cafe,” lanjut Ayu menceritakan kisah di balik nama Rosalie Cheese. Ia sendiri mempunyai latar belakang dalam ilmu pangan yang kemudian membawanya mendirikan Rosalie Cheese, sebuah perusahaan teknologi pangan yang memproduksi produk makanan artisanal melalui inovasi berbasis pasar.
Ayu ingin menghadirkan keju dengan sentuhan unik rasa lokal yang dibuat menggunakan teknik pembuatan keju tradisional namun dengan menggunakan susu Indonesia yang memiliki rasa unik berdasarkan variasi iklim, tanah, dan kehidupan tanaman setempat. Seperti salah satu keju khasnya, Black and White. Keju lembut yang dilapisi dengan activated coconut charcoal ini dapat menjadi pilihan tepat bagi mereka yang menyukai tipe keju blue cheese. Rasanya tak terlalu tajam namun tetap kompleks, sempurna dipadukan dengan makanan manis seperti madu, dinikmati bersama kurma ataupun dioleskan di atas roti.
Keinginan Ayu untuk menghadirkan sajian keju yang hanya ditemukan di Indonesia juga ia wujudkan dengan menghadirkan Lucie in Bali, dibuat dengan teknik keju Camembert, keju ini dilapisi dengan daun kelor yang tumbuh di Ubud dan dikemas dalam kotak keben yang dibuat oleh perempuan desa Muntigunung, Bali Selatan. Hingga kini Rosalie Cheese mempunyai sekitar delapan jenis keju, dengan dua keju musiman.
Selain menghadirkan ragam keju dari susu sapi, Rosalie Cheese juga mempunyai produk keju andalan yang terbuat dari susu kambing, salah satunya Crottin, keju susu kambing yang dibalut dengan daun anggur dan keju Feta.
“Salah satu alasan mengapa saya menginginkan keju dengan specialty susu kambing ialah untuk menggerakan peternakan kambing di Bali,” ucap Ayu. Ia berpikir tidak bisa selamanya orang Bali bisa mengandalkan industri pariwisata, terlebih lagi saat masa pandemi.
“Tiga bulan ini kami bekerja sama dengan peternak di desa Silakarang dekat Ubud, mereka yang dulu bekerja sebagai penyewa motor ATV, namun sejak pandemi mereka sudah tidak mempunyai masukan sama sekali dari bulan Februari,” lanjutnya. Hal ini mendorong Ayu untuk mengajak mereka bekerja sama untuk menyuplai susu kambing yang kemudian akan diolah untuk produksi Rosalie Cheese.
Ia mengakui bahwa setidaknya ia ingin orang Indonesia lebih memahami perbedaan keju olahan yang mudah ditemukan di supermarket dengan keju natural, dan mengapa perbedaan harganya cukup signifikan. Tak hanya perkara harga, bahan, dan rasa saja yang membedakan keduanya tetapi juga attention to detail yang dituangkan dalam pengerjaan pembuatan keju natural memakan waktu dan dedikasi yang tinggi.
“Karena keju natural adalah makhluk hidup, kita juga harus memahami mereka. Apakah hari ini mereka kedinginan, atau justru kurang dingin, apakah mereka membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Hal tersebut tidak bisa hanya belajar dari teori, namun butuh pengalaman yang cukup lama,” tambahnya lagi. Nama Rosalie Cheese sekarang cukup dikenal di kalangan masyarakat. Produknya pun mudah ditemui di supermarket besar ataupun di e-commerce. “
In the future we will do more other than cheese,” katanya. Melalui perusahaannya, Ayu ingin menggali lebih dalam, tak hanya soal keju, tetapi juga solusi teknologi pangan. (AU) Foto: Dok. Rosalie Cheese.
Author
DEWI INDONESIA
RUNWAY REPORT
Laras Alam Dalam DEWI's Luxe Market: "Suara Bumi"
RUNWAY REPORT
Mengkaji Kejayaan Sriwijaya Bersama PT Pupuk Indonesia