Dua belas jam sebelum Dewi Fashion Knights 2019 digelar, waktu menunjukkan pukul 09.00, kesibukan mulai terlihat di Fashion Tent Jakarta Fashion Week 2020. Para desainer dan tim merelakan pagi mereka mengikuti gladi resik demi memastikan detail terakhir persiapan peragaan busana mereka nanti malam. Suasana relaks terasa. Auguste Soesastro terlihat kalem sembari memperhatikan dengan saksama sambil menata sepatu yang akan dicoba oleh para model yang membawakan koleksinya. Begitu pula Mel Ahyar dan tim serta Adrian Gan yang didampingi asistennya, Bryna Ng. Sementara Jeffry Tan asik mengamati sambil sesekali
mendokumentasikan suasana pagi itu. Semua nampak tenang kecuali Panca Makmun, koreografer DFK, yang sedang mengarahkan koreografi para model. “Setiap DFK itu pasti bawaannya deg-degan, keringat dingin,” ungkap Panca di antara deru adrenalin menjelang show penutup JFW 2020 itu.
Dewi Fashion Knights memang bukan peragaan busana biasa. Persiapannya dimulai sejak awal tahun 2019 ketika Editor in Chief Dewi Margaretha Untoro mendekati Adrian Gan untuk menjadi salah satu desainer di ajang puncak perayaan mode Tanah Air itu. Begitu pula Panca yang sudah memikirkan konsep sejak awal, bahkan sebelum nama-nama desainer ditentukan dengan lengkap. Panca ingin menghadirkan teknik pencahayaan yang berbeda, yang lebih beragam dan dramatis. “Untungya konsep itu cocok dengan kemauan para desainer,” kata Panca.
Keberagaman menjadi semangat utama DFK 2019. Hasilnya banyak yang berkomentar DFK kali ini nampak berbeda. “Mungkin bedanya kali ini tidak ada panel dari luar dan kini desainer yang dipilih lebih beragam. Kalau dulu couture banget, sekarang lebih variatif,” jelas Margaretha yang akrab dipanggil Margie. Yang pasti proses kurasi pun melibatkan proses diskusi yang dalam dan matang di internal Dewi serta tim JFW. Pada akhirnya panggung diberikan kepada mereka yang dianggap layak.
Tim DFK pun turut dilanda jeri. Jadwal JFW yang sempat berubah berkaitan dengan momen pelantikan presiden menjadi aral tersendiri. Beberapa perubahan yang sedikit mengganggu persiapan menjadi cerita tersendiri yang pada akhirnya melegakan bagi semua pihak mulai dari tim Dewi pun para desainer. Misalnya saja ada pergantian model yang terjadi akibat jadwal yang berubah sehingga casting ulang dilakukan demi memenuhi visi kreatif masing-masing desainer. Keseruan dalam memilih model yang tepat yang bisa membawakan dengan sesuai setiap rancangan busana dari setiap desainer pun dilakukan tidak secara instan. Mengenali karakter model, cara berjalan, hingga kesesuaian postur tubuh menjadi krusial. Tak hanya sekadar memilih manekin berjalan.
Deru adrenalin kian deras menjelang detik-detik peragaan dimulai. Sejak pukul 19.00 para desainer dan timnya tak sabar ingin segera masuk dan memulai persiapan di belakang panggung. Baru pada pukul 19.30 akhirnya mereka diperkenankan menggelar persiapannya masing-masing.
Di greenroom, area khusus untuk merias dan menata rambut yang dikepalai oleh penata rias kenamaan Qiqi Franky sejak pagi telah siap dengan seluruh konsep riasan, dan telah membagi empat sudut area khusus untuk grup model dari setiap desainer. Tembok pun penuh ditempeli gambar dan moodboard untuk memastikan tak ada kesalahan dalam merias dan menata rambut, yang dilakukan dalam waktu singkat. Sebanyak 59 model dipakai dalam show DFK, kurang lebih 15 model baru bisa dirias hanya dalam waktu 30 menit sebelum waktu peragaan karena mereka tampil di satu peragaan tepat sebelum DFK. Sungguh waktu yang singkat namun dengan kecermatan perhitungan serta profesionalitas dari setiap pendukung yang terlibat, semua pun bisa berjalan lancar.
Meski berjalan nyaris tanpa drama yang berarti, belakang panggung selalu menyimpan cerita-cerita unik. Ada Auguste yang gemas melihat riasan model lelaki terlalu menor, “Kayak ronggeng kalau laki makeup-nya kebanyakan,” katanya sembari menghapus riasan dengan tisu. Ada pula salah seorang model Jeffry Tan yang tiba-tiba duduk setelah mengenakan baju untuk show. Setelah ditegur banyak orang dan tetap saja duduk, akhirnya Jeffry sendiri yang turun tangan meminta si model berdiri kembali agar gaun yang dipakai tidak kusut.
Pada akhirnya DFK 2019 berlangsung dengan cemerlang. Ketika lampu panggung akhirnya padam dan tamu-tamu undangan meninggalkan Fashion Tent, rasa lega melanda semua yang terlibat. “Rasanya langsung mau libur enam bulan,” kata Margie lantas terbahak. Begitu pula para desainer yang menyatakan kepuasan mereka atas show-nya, terlepas apapun penilaian publik kemudian.
(Shuliya Ratanavara) Foto: Raditya Bramantya
mendokumentasikan suasana pagi itu. Semua nampak tenang kecuali Panca Makmun, koreografer DFK, yang sedang mengarahkan koreografi para model. “Setiap DFK itu pasti bawaannya deg-degan, keringat dingin,” ungkap Panca di antara deru adrenalin menjelang show penutup JFW 2020 itu.
Dewi Fashion Knights memang bukan peragaan busana biasa. Persiapannya dimulai sejak awal tahun 2019 ketika Editor in Chief Dewi Margaretha Untoro mendekati Adrian Gan untuk menjadi salah satu desainer di ajang puncak perayaan mode Tanah Air itu. Begitu pula Panca yang sudah memikirkan konsep sejak awal, bahkan sebelum nama-nama desainer ditentukan dengan lengkap. Panca ingin menghadirkan teknik pencahayaan yang berbeda, yang lebih beragam dan dramatis. “Untungya konsep itu cocok dengan kemauan para desainer,” kata Panca.
Keberagaman menjadi semangat utama DFK 2019. Hasilnya banyak yang berkomentar DFK kali ini nampak berbeda. “Mungkin bedanya kali ini tidak ada panel dari luar dan kini desainer yang dipilih lebih beragam. Kalau dulu couture banget, sekarang lebih variatif,” jelas Margaretha yang akrab dipanggil Margie. Yang pasti proses kurasi pun melibatkan proses diskusi yang dalam dan matang di internal Dewi serta tim JFW. Pada akhirnya panggung diberikan kepada mereka yang dianggap layak.
Tim DFK pun turut dilanda jeri. Jadwal JFW yang sempat berubah berkaitan dengan momen pelantikan presiden menjadi aral tersendiri. Beberapa perubahan yang sedikit mengganggu persiapan menjadi cerita tersendiri yang pada akhirnya melegakan bagi semua pihak mulai dari tim Dewi pun para desainer. Misalnya saja ada pergantian model yang terjadi akibat jadwal yang berubah sehingga casting ulang dilakukan demi memenuhi visi kreatif masing-masing desainer. Keseruan dalam memilih model yang tepat yang bisa membawakan dengan sesuai setiap rancangan busana dari setiap desainer pun dilakukan tidak secara instan. Mengenali karakter model, cara berjalan, hingga kesesuaian postur tubuh menjadi krusial. Tak hanya sekadar memilih manekin berjalan.
Deru adrenalin kian deras menjelang detik-detik peragaan dimulai. Sejak pukul 19.00 para desainer dan timnya tak sabar ingin segera masuk dan memulai persiapan di belakang panggung. Baru pada pukul 19.30 akhirnya mereka diperkenankan menggelar persiapannya masing-masing.
Di greenroom, area khusus untuk merias dan menata rambut yang dikepalai oleh penata rias kenamaan Qiqi Franky sejak pagi telah siap dengan seluruh konsep riasan, dan telah membagi empat sudut area khusus untuk grup model dari setiap desainer. Tembok pun penuh ditempeli gambar dan moodboard untuk memastikan tak ada kesalahan dalam merias dan menata rambut, yang dilakukan dalam waktu singkat. Sebanyak 59 model dipakai dalam show DFK, kurang lebih 15 model baru bisa dirias hanya dalam waktu 30 menit sebelum waktu peragaan karena mereka tampil di satu peragaan tepat sebelum DFK. Sungguh waktu yang singkat namun dengan kecermatan perhitungan serta profesionalitas dari setiap pendukung yang terlibat, semua pun bisa berjalan lancar.
Meski berjalan nyaris tanpa drama yang berarti, belakang panggung selalu menyimpan cerita-cerita unik. Ada Auguste yang gemas melihat riasan model lelaki terlalu menor, “Kayak ronggeng kalau laki makeup-nya kebanyakan,” katanya sembari menghapus riasan dengan tisu. Ada pula salah seorang model Jeffry Tan yang tiba-tiba duduk setelah mengenakan baju untuk show. Setelah ditegur banyak orang dan tetap saja duduk, akhirnya Jeffry sendiri yang turun tangan meminta si model berdiri kembali agar gaun yang dipakai tidak kusut.
Pada akhirnya DFK 2019 berlangsung dengan cemerlang. Ketika lampu panggung akhirnya padam dan tamu-tamu undangan meninggalkan Fashion Tent, rasa lega melanda semua yang terlibat. “Rasanya langsung mau libur enam bulan,” kata Margie lantas terbahak. Begitu pula para desainer yang menyatakan kepuasan mereka atas show-nya, terlepas apapun penilaian publik kemudian.
(Shuliya Ratanavara) Foto: Raditya Bramantya