“Pertemuan aku dan Mas Yodi berawal dari pertemanan di Facebook, meskipun awalnya aku nggak ngeh kalau berteman sama dia,” ucap Maera Panigoro memulai perbincangan tentang pria yang dipilihnya untuk menjadi pasangan hidup. Pada awalnya Mea, sapaan akrabnya, baru sadar kalau ia sudah lama berteman dengan Yodi Ferniawan Power di jejaring sosial tersebut ketika ia berulang tahun dan Yodi mengucapkan selamat. Dari ucapan tersebut berlanjut dengan bertukar nomor telepon dan dengan cepat keduanya menjadi akrab. Mea langsung menemukan kenyamanan pada Yodi ketika hingga larut malam bercerita panjang lebar, terlebih karena mereka berdua memiliki persamaan. Keduanya pernah menikah, pernah merasakan kehilangan, dan pernah tenggelam dalam rasa ketidakpercayaan pada pasangan hidupnya kala itu. “Dia sudah pernah merasakan hal pernah aku rasakan, dari situ lah kami jadi klik,” ujar Mea.
Lalu apa yang akhirnya membuat Mea luluh? “Ada tiga alasan yang akhirnya membuat aku mantap untuk menikah dengan Mas Yodi,” jelasnya. Pertama ketika Yodi membujuknya dari sisi keinginan personal. Setelah melalui banyak argumentasi mengenai menikah atau tidak menikah, lalu terlontar sebuah pertanyaan yang terasa sangat personal baginya. Mengetahui kedekatan Mea dengan pasangan Widyawati dan Alm. Sophan Sophiaan, Yodi bertanya, “Apa kamu tidak iri dengan pernikahan mereka yang langgeng dan harmonis?”
Alasan kedua datang dari sisi religi. Sebagai manusia beriman, pernikahan tidak hanya terbentuk di dunia, tapi juga akan dibawa hingga ke akhirat. Yodi pun mengingatkan Mea bahwa ia berkeinginan untuk terus bersama Mea tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Dan dengan menikah, mereka akan selangkah lagi mewujudkannya.
Alasan ketiga lebih sebagai ‘pecutan’ bagi Mea. Kegagalan pernikahan bukan berarti hidup tidak bisa berlanjut. Ada pembelajaran yang didapat dari kegagalan pernikahan sebelumnya yang bisa mereka bawa untuk pernikahan mereka nanti. Dengan menikahi Yodi, maka Mea membuktikan keseriusannya untuk melangkah bersama Yodi sehidup semati. Dengan tiga alasan ini, Mea akhirnya mantap untuk melangkah bersama Yodi ke pelaminan.
Berbicara mengenai persiapan pernikahan bagi Mea, ada banyak perbedaan ketika pertama kali menikah dan yang kedua. Di kala pertama kali menikah, Mea hanya terima jadi untuk segala urusan yang berkaitan dengan pernikahannya. Apalagi ketika itu, pihak orang tuanya banyak berperan untuk memutuskan segala sesuatu. “Ini lebih dipengaruhi budaya. Di Indonesia ketika menikah, orang tua yang punya pesta,” ujar Mea menjelaskan.
Persiapan yang dilakukan terbilang cepat, dimulai dari proses Yodi melamar Mea secara pribadi, lalu lamaran Yodi bertemu orang tua Mea, perkenalan keluarga, upacara lamaran secara resmi, ritual akad nikah, dan terakhir resepsi. Dalam hitungan tiga bulan, semua persiapan harus terwujud menjadi sebuah pernikahan sakral.
Setelah mendapat persetujuan dari kedua orang tua, Maera Panigoro dan Yodi Ferniawan Power kemudian menyelenggarakan prosesi lamaran keluarga. Mea menggunakan busana muslim yang dibuat oleh Biyan sementara Yodi mengenakan batik dari Obin. Akad nikahnya sendiri dilaksanakan pada 18 April 2015. Bertempat di Soehanna Hall, Energy Building, SCBD, menjadi saksi bagi Mea dan Yodi menjadi sepasang suami istri. Saat proses akad nikah, Mea dan Yodi menggunakan kebaya dan beskap dari Didiet Maulana. Sementara untuk resepsi Mea menggunakan gaun yang dibuat oleh Biyan, dan tuksedo Yodi oleh Tri Handoko. Hal yang mengharukan ketika ayah Mea, Arifin Panigoro memberi wejangan pernikahan. “Mea itu saya didik, saya besarkan, untuk menjadi perempuan, istri, dan ibu yang baik. Tolong kamu hargai itu,” ucap Mea dengan suara bergetar mengingat masa tersebut. Wejangan itu menjadi sangat berarti karena ucapan sang ayah tidak keluar pada saat pernikahannya yang pertama. (Pritha Moniaga) Foto: Dok. Maera Panigoro